Pertanyaan mendasar yang sering
muncul ke permukaan adalah: apakah negara yang sudah memproklamirkan
kemerdekaannya selama 65 tahun ini, benar-benar sudah merdeka? Merdeka dalam
arti berdaulat dalam segala aspek kehidupan bernegara. Untuk menjawab
pertanyaan sederhana tersebut, tentu kita harus melihat situasi global dan
nasional saat ini.
Situasi Global
Situasi global
saat ini ditandai dengan pertarungan bangsa-bangsa dalam membangun pengaruh
demi kepentingan ekonomi. Setelah runtuhnya Uni Soviet sebagai panglima kubu
sosialis, maka kubu kapitalis yang dikomandani Amerika Serikat semakin
menunjukkan pengarunya di muka bumi ini. Dunia yang sekarang diwarnai
perdagangan bebas, krisis energi, krisis pangan, dan krisis lingkungan hidup.
Perdagangan
bebas yang dimotori oleh negara-negara maju/industri melalui WTO, WB, dan IMF,
pada dasarnya adalah bagaimana agar produk industri dari negara-negara maju
bisa disebarkan ke seluruh dunia dan bagaimana agar negara maju bisa
mengeksploitasi kekayaan alam negara berkembang.
Era perdagangan
bebas ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin banyak, sementara jumlah
energi terbatas. Negara yang paling banyak menggunakan energi adalah Amerika
Serikat, yakni sepertiga dari pemakaian energi di dunia. Untuk memenuhi
kebutuhan dan cadangan energinya, maka berbagai penghisapan dilakukan terhadap
negara penghasil minyak. Oleh sebab itu, negara adikuasa ini sangat
berkepentingan terhadap negara penghasil minyak bumi, seperti negara-negara di
Timur Tengah.
Perdagangan
bebas hanya menguntungkan negara-negara industri. Sementara negara-negara
berkembang selalu menjadi objek penindasan yang menyebabkan kemiskinan. Dari
6,6 miliar penduduk bumi, sekitar 925 juta penduduk terancam kelaparan. Dari
jumlah tersebut, banyak terdapat di Indonesia, negara yang katanya subur tetapi
rakyatnya lapar. FAO mencatat setiap 6 detik seorang anak mati kelaparan di
jagad raya ini.
Eksploitasi alam
yang berlebihan menyebabkan rusaknya lingkungan hidup. Salah satu akibatnya
adalah pemanasan global. Sehingga negara-negara industri mengalihkan perhatian
dan mengharapkan negara berkembang seperti Indonesia untuk menjaga hutannya.
Ini adalah suatu ketidakadilan global.
Selain itu, isu
terorisme semakin mendunia sejak peristiwa pemboman gedung WTC 11 September
2001. Terorisme pun akhirnya menjadi musuh dunia. Bahkan di Indonesia, isu ini
terus menghiasi media.
Situasi Nasional
Adapaun
berbagai persoalan yang mengakibatkan bangsa ini terus terpuruk, diantaranya
adalah: aset-aset negara dikuasai asing (melalui privatisasi BUMN dan aset-aset
strategis lainnya seperti minyak dan gas), pasar domestik dibanjiri produk
asing (menggulung industri rakyat dan menjadikan Indonesia menjadi negara yang
tergantung pada asing), utang luar negeri semakin meningkat, kenaikan harga
barang (tak terlepas dari kenaikan BBM dan TDL), krisis listrik (seringkali
terjadi pemadaman listrik, khususnya di Jawa dan Bali), kemiskinan (sekitar 31
juta jiwa penduduk Inonesia hidup miskin, dan mayoritas tinggal di pedesaan),
pengangguran (sekitar 8,59 juta penduduk usia kerja menganggur), kelaparan
(sekitar 14,7 juta orang kurang gizi, khususnya di Indonesia bagian Timur,
seperti di NTT), bencana alam (sesungguhnya akibat ekslpoitasi yang
berlebihan), sawitisasi (pengalihfungsian lahan pertanian menjadi lahan kelapa
sawit), kecelakaan transportasi, korupsi (baik di legislatif, eksekutif, dan
yudikatif), kekerasan (mengatasnamakan agama dan kelompok, serta kekerasan dari
negara itu sendiri), aksi-aksi perampokan yang diduga dilakukan kelompok
teroris, masalah perbatasan dengan negara tetangga, komersialisasi pendidikan
(semakin memarjinalkan golongan menengah ke bawah), dan berbagai persoalan
lainnya.
Akar Persoalan
Situasi yang
terjadi sekarang di negara ini bukan kebetulan atau berdiri sendiri. Persoalan
tersebut saling berhubungan dengan yang lain dan mempunyai hubungan kausalitas
(sebab-akibat). Karena persolan sekarang adalah produk masa lalu. Ada beberapa
hal yang menyebabkan bangsa ini tetap terpuruk.
Pertama, situasi
nasional dikendalikan kepentingan kapitalisme global (negara maju). Metode
penjajahan sekarang bukan lagi dengan kekuatan militer (senjata) melainkan
melalui ekonomi (perdagangan). Dalam hal ini negara maju mengintervensi ekonomi
Indonesia melalui pinjaman, perjanjian perdagangan, penanaman modal, dan
relokasi industri
Kedua, kebijakan
nasional mengikuti arus neoliberalisme. Segala aspek kehidupan masyarakat
Indonesia sudah dirasuki oleh neoliberalisme. Pendidikan, kesehatan, pertanian,
energi, dan perdagangan telah diserahkan kepada pasar melalui pengurangan atau
pencabutan subsidi.
Ketiga,
perselingkuhan antara penguasa dengan pemodal. Pada umumnya penguasa berasal
dari pengusaha, atau penguasa ditopang oleh pengusaha. Sehingga kekuasaan
digunakan untuk mengembangbiakkan kepentingan modal dan melindungi para
pemodal. Tentu yang menjadi tumbal adalah rakyat (buruh, petani, nelayan, dan
kaum miskin kota).
Keempat,
mandulnya penegakan hukum. Kepercayaan publik terhadap penegakan hukum semakin
menurun. Hal ini karena aparat penegak hukum sendiri yang melanggar hukum.
Koruptor dilindungi hukum, dengan hukuman yang seringan-ringannya, ditambah
lagi remisi. Sementara rakyat kecil yang dihukum seberat-beratnya. Frustrasi
masyarakat terhadap ketidakadilan hukum bisa jadi ditunjukkan dengan perilaku
kekerasan.
Beberapa Pertanyaan
Dengan melihat
situasi nasional, apakah negara ini masih berdaulat? Siapa yang diuntungkan
atau berkepentingan dari situasi nasional saat ini? Jika situasi nasional tetap
dipertahankan, negara ini mau ke mana? Apakah kita hanya diam atau menonton
persoalan nasional? Bagaimana peran kita?
(Dimuat di Medan
Bisnis, 26 Oktober 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar