Sabtu, 27 Oktober 2012

Seputar Persoalan Sertifikasi Guru

Oleh: Jhon Rivel Purba

            Kalau berbicara mengenai pendidikan, tentu banyak persoalan pendidikan yang kita hadapi. Sepertinya sudah menjadi benang kusut yang sulit diurai. Persoalan pendidikan tersebut antara lain: kebijakan pendidikan, manajemen pendidikan, kesenjangan pendidikan, anggaran pendidikan, fasilitas pendidikan, korupsi dalam dunia pendidikan, kekerasan dalam dunia pendidikan, dan juga kualitas dari tenaga pendidik.
            Tidak bisa dibantah bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan yang bermutu tentu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) handal.  Untuk itu, salah satu penentu kualitas pendidikan ditentukan oleh guru. Guru yang profesional akan memajukan bangsa dan demikian sebaliknya. Gurulah yang menjadi obor dunia pendidikan. Menerangi kegelapan pikiran maupun tindakan. Bahkan menerangi masa depan bangsa.
            Kalau kita bercermin pada kenyataan, masih banyak guru di negeri ini yang belum profesional. Profesional dalam arti mempunyai kemaun belajar, memiliki komitmen pengabdian, terampil, bertanggungjawab, disiplin, dan sungguh-sungguh melayani. Ada pemahaman yang keliru ketika guru dijadikan sebagai profesi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Guru sebagai mata pencaharian. Padahal lebih dari itu, menjadi guru adalah tugas mulia yaitu melayani, mengabdi, dan berbakti.
            Di satu sisi, sangat prihatin melihat guru yang berpenghasilan minim tidak layak secara kemanusiaan. Sebagian dari mereka harus mencari penghasilan tambahan selain mengajar di sekolah. Bagaimana mungkin guru bisa profesional dengan gaji sedikit? Namun, di sisi lain, tidak ada juga jaminan bahwa profesionalisme ditentukan oleh tingkat kesejahteraan. Bukankah tidak sedikit guru di sekolah negeri dengan penghasilan cukup namun tak profesional?
Sertifikasi Guru
            Dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru, pemerintah mengeluarkan kebijakan terbaru yaitu Permendiknas RI No. 10 tahun 2009 tentang Setifikasi Guru dalam Jabatan. Kebijkan ini juga bertujuan untuk menentukan kelayakan guru, meningkatkan proses pembelajaran, dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sertifikasi guru dalam jabatan merupakan proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang bertugas sebagai guru kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling, dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan. Manfaat sertifikasi ini bagi guru adalah melindungi profesinya dari praktek-praktek pendidikan yang tidak berkualitas, dan meningkatkan kesejahteraan guru.
            Pertanyaan mendasar, apakah pelaksanaan sertifikasi guru telah meningkatkan profesionalisme guru dan kualitas pendidikan kita? Tidak. Sertifikasi guru yang telah dimulai sejak tahun 2006 belum berhasil sesuai dengan harapan. Justru kebijakan ini menimbulkan persolan baru.
            Memang, pembicaraan sertifikasi guru selalu hangat dibicarakan khususnya di kalangan guru. Tapi pembicaraan itu tidak mengarah pada perbaikan kualitas pendidikan kita. Kebanyakan guru membahas hal ini hanya karena melihat sisi materinya, bukan esensinya. Maka, segala cara dilakukan demi sebuah sertifikat pendidik didapatkan dengan instan. Salah satunya adalah dengan mencari sertifikat, bukti mengikuti seminar.
            Guru-guru berlomba-lomba mendapatkan sertifikat-sertifikat dari berbagai seminar dan loka karya sebagai bahan penilaian sertifikasi guru. Mengikuti seminar sebagai peserta seakan-akan menjadi kegiatan tambahan guru saat ini. Padahal di seminar itu, tidak sedikit dari mereka yang tidur atau keluar-masuk ruangan. Kesadaran dan kemampuan apa yang didapat dengan perilaku seperti itu? Anehnya, ada guru mendapatkan sertifikat dari sebuah seminar, padahal guru tersebut tidak mengikutinya. Artinya sertifikat itu dibeli dari penyelenggara. Terjadilah proses penipuan dalam sertifikasi guru ini. Semuanya menjadi lahan bisnis.
            Jika proses awal pun sudah dimulai dengan tipuan dan kompromis, maka hasilnya pun penuh dengan rekayasa. Dari pengakauan beberapa guru, mereka tidak melihat perubahan dari guru yang lulus sertifikasi. Guru yang telah memegang sertifikat pendidik tetap menggunakan metode lama dalam proses belajar-mengajar. Tidak profesional. Mana mungkin kualitas pendidikan meningkat jika tetap diajar dengan cara-cara lama. Guru tersebut hanya berganti baju. Baju sertifikat pendidik, namun isinya tetap usang.
            Selain itu, ada juga masalah dalam pemberian gaji kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik. Dalam ketentuan, guru yang bersertifikat pendidik memperoleh penghasilan tambahan sebesar gaji pokok setiap bulan. Namun dalam kenyataan, ada potongan-potongan dan belum tentu diberikan sekali dalam sebulan. Artinya, terdapat banyak kejanggalan yang tak seharusnya.
Perlu Pengawasan
            Kebijakan apapun tanpa mendapat pengawasan, bisa dipastikan menimbulkan persoalan baru. Kebijakan sertifikasi guru ini mengeluarkan dana yang besar demi tujuan yang besar. Dana itu akan sia-sia jika tak dikerjakan dengan serius dan bertanggungjawab. Juga mimpi mewujudkan pendidikan yang bermutu hanyalah basa-basi kalau tak dikerjakan dengan nurani. Oleh karena itu, pengawasan kebijakan sertifikasi guru mutlak dilakuakan.
            Pertama, seleksi yang ketat. Kriteria guru yang memenuhi syarat sertifikasi harus jelas dan diseleksi dengan objektif. Unsur-unsur nepotisme perlu dibuang. Pemalsuan dan rekayasa dokumen perlu juga disikapi dengan teliti. Cara-cara tak mendidik seperti pelicinan jalan prosedur melalui suap harus dihilangkan di lembaga pendidikan yang mendidik calon pemimpin bangsa. Untuk itu, guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), dan Perguruan Tinggi (PT) yang mengelola pengadaan tenaga pendidik terakreditasi yang diberi izin oleh menteri pendidikan, hendaknya jujur dan terbuka dalam proses sertifikasi guru.
            Kedua, pendidikan dan pelatihan yang bermutu. Setelah melalui kepala sekolah, dinas pendidikan, dan LPMP, tentu guru yang lulus syarat sertifikasi akan dinilai oleh PT pelaksana sertifikasi guru. Bagi yang lulus pasti mendapat sertifikat pendidik. Sementara bagi yang tidak lulus wajib mengikuti Pendidikan dan Pelatiahan Profesionalisme Guru (PLPG) di PT tersebut, katakanlah seperti di Universitas Negeri Medan (UNIMED). Di sinilah perlu ditekankan bahwa pelatihan yang singkat tersebut janganlah hanya formalitas, tapi perlu diseriusi mempersipakan guru yang kompeten. Dimana sesuai dengan UU Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005, hendaknya tenaga pendidik memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
            Ketiga, transparansi. Kebijakan sertifikasi guru baik pelaksanaan maupun pendanaan hendaknya transparan dari pusat hingga ke guru. Janganlah kebijakan ini menjadi lahan baru bagi para koruptor di lembaga yang seharusnya bersih dari tindakan tak terpuji ini. Jika cara-cara korup tetap dibiasakan, maka bangsa ini tak akan mungkin bisa bangit dari keterpurukan.
            Keempat, teladan guru bersertifikat. Guru yang memiliki sertifikat pendidik boleh saja berbangga diri. Namun kelayakan seorang guru bukanlah terletak pada sertifikatnya, tapi harus dibuktikan dengan karya dan pengabdian. Guru yang menjadi teladan. Teladan bagi siswa, guru, dan masyarakat. Guru yang menjadikan siswa sebagai subjek-subjek sadar sebagai manusia bebas merdeka. Sehingga setiap masalah selalu didiskusikan dan sama-sama belajar untuk mencari solusinya. Sebab itulah yang menjadi esensi dari pendidikan, yaitu memanusiakan manusia (humanisasi).
            Kelima, peran media dan semua elemen masyarakat. Semua warga negara pasti menginginkan negaranya maju. Kemajuan suatu negara ditentukan oleh negara itu sendiri. Dalam hal ini, bangsa Indonesia  bercita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa. Itulah yang menjadi mimpi para pendiri bangsa dan kita semua. Maka, kebijakan sertifikasi guru yang merupakan bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa (jika dilaksanakan dengan baik), hendaknya kita dukung dan awasi. Media dan semua elemen masyarakat yang sadar hendaknya secara kritis dan bijak berperan demi terwujudnya pendidikan bermutu, ilmiah, demokratis, dan mengabdi untuk rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar